Kamis, 17 Mei 2012

Pengantar Menuju Ibadah yang Benar (Pendahuluan)


Pengantar Menuju Ibadah yang Benar
Oleh: Jajang Hidayatullah


Tidaklah sia-sia Allah menciptakan manusia didunia ini (QS. Ali-Imran: 191), terlebih manusia sebagai makhluk yang paling baik dan sempurna dibanding dengan makhluk yang lainnya (QS. Al-Tin: 4). Maka dalam penciptaannya pun tidak luput dari misi dan tujuan Allah Swt.
Secara umum, manusia diciptakan kedunia tiada lain hanyalah untuk bersyukur kepada, bersyukur dalam arti—sebagaimana diungkapkan oleh al-Jarjani dalam kitabnya al-Ta’rifat, yaitu:

الشكر هو صرف العبد الى انعم عليه من السمع والبصر الى ماخاق لاجله
Seorang hamba menggunakan seluruh nikmat yang Allah berikan kepadanya baik berupa penglihatan maupun pendengaran pada hal yang menjadi tujuan semestinya Allah menciptakan hal itu.
Sedangkan Allah memastikan dalam firman-Nya bahwa tidak ada tujuan dan misi yang lain dalam menciptakan manusia didunia ini melainkan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُ
Dan Aku tidak menciptakan jin manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (QS. Al-Dariyyat [51]: 56).
Dengan demikian, maka ibadah merupakan salah satu bentuk syukur kita kepada Allah Swt atas segala nikmat yang telah kita terima. Selain itu, ayat diatas nampak jelas menyatakan bahwa ibadah merupakan hal yang esensial dalam kehidupan manusia, ibadah juga benar-benar merupakan ‘pesanan’ Allah Swt kepada makhluknya. Itu artinya nanti dalam prakteknya pun harus sesuai dengan pesanan yang dikehendaki-Nya.
Pada tahap selanjutnya, eksistensi manusia sebagai makhluk yang paling baik akan menjadi rusak, hal itu tidak lain terjadi karena mereka enggan bersyukur kepada Allah, dalam arti mereka tidak bisa menggunakan nikmat Allah pada hal yang semestinya (baca:Ibadah). Seluruh nikmat atau fasilitas yang ada dalam dirinya pun malah cenderung dipakai dan digunakan pada hal-hal yang tidak dicintai dan diridhai Allah Swt (baca:maksiat). Maka pantas keberadaan manusia seperti itu, oleh Allah diibaratkan seperti binatang, atau bahkan lebih sesat dari binatang sekali pun. Allah Swt berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.  Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf [7]: 179).

Secara fisik, manusia memang nyaris tidak ada bedanya kalau disandingkan dengan hewan. Atau mungkin kalau kita mau jujur, dilihat dari fisik justru hewan malah lebih unggul dibandingkan dengan kita sebagai manusia; tengok saja seekor anjing dengan penciumannya yang tajam atau kelelawar dengan pendengarannya yang kuat belum lagi hewan lainnya yang dapat memberikan manfaat. Maka disinilah fungsi paling fundamental dan mendasar dari ibadah yang menjadi tujuan hidup kita. Atau pun kalau mau sedikit radikal, saya akan menyatakan bahwa selama kita bersyukur (baca:Ibadah) kepada Allah Swt, maka selama itu pula kita dianggap manusia seutuhnya. Kalau pun tidak, maka apa bedanya dengan hewan peliharaan di runah kita.
Pada prakteknya, umat merasa kesulitan atau malah kebingungan bagaiman konsep ibadah yang maqbul dan diridhai Allah Swt itu. Mengingat banyak sekali hadits mengisyaratkan akan ada umat atau seseorang beribadah kepada Allah akan tetapi pada akhirnya tidak mendapatkan balasan apa-apa alias nihil dan sia-sia saja (orang sunda bilang “cape gawa teu ka pake”). Hal ini terjadi karena memang ibadah yang dilakukan orang tersebut tidak sesuai dengan pesanan Allah Swt tadi. Bahkan pada pelaksaannya pun cenderung serampangan dan semau gue, pada akhirnya ibadah seperti itu dimurka oleh Allah Swt, padahal kita yakin orang tersebut mengaharapkan sekali pahala dari pekerjaannya itu.
Yang paling mengkhawatirkan dari fenomena umat dewasa ini adalah mereka malas dalam beribadah walau pun dalam keadaan itu mereka tahu akan dalil dan keterangan yang menegaskannya. Atau kejadiannya justru mereka malah terlalu ‘bersemangat’, sehingga hal-hal yang tidak diperintahkan pun dikerjakan dengan penuh khidmat. Padahal apalah artinya semua itu dikerjakan kalau tidak ada dasar dan dalilnya. Tak ayal, konsep ibadah pun mereka pelintir dan perpantas dengan tangan-tangan dan hawa nafsu mereka sendiri, sehingga ukurannya pun hanya baik menurut manusia saja sedangkan versi Allah dinegasikan begitu saja. Kurangnya ilmu mengenai konsep ibadah tersebut menjadi sebab yang paling mendasar terjadinya kondisi diatas. Tentunya kondisi sepeti ini merupakan sesuatu yang tidak kita harapkan.
Berangkat dari semua itu merasa perlu untuk membahas masalah ini, sebagai upaya amar ma’ruf nahyi munkar guna menyelamatkan umat dari penyimpangan ibadah.
Dengan rujukan yang ada, maka dalam karya kecil ini penulis mencoba menguraikan terlebih dahulu konsep ibadah, termasuk didalamnya akan dibahas syarat-syarat, macam-macam dan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan ibadah. Pada bab selanjutnya penulis akan mencoba menguraikan  sekilas tentang bid’ah yang pada perkembangannya akan merusak ibadah itu. Kemudian pada bab berikutnya penulis akan menawarkan tips; bagaimana agar aktivitas hidup kita seluruhnya tidak luput dari nilai ibadah sehingga hidup kita pun tidak sia-sia.
Dengan diperkenalkannya konsep ibadah yang ada pada buku kecil ini, mudah-mudahan kita tidak lagi gegabah dalam melaksanakan ritula keagamaan kita. Sehingga kita lebih teliti dan semangat dalam mencari ilmu syari’at. Dengan demikian ibadah kita pun akan senantiasa terjaga karena didasari dengan ilmu dan niat yang kuat. Lebih dari itu aktivitas keseharian kita pun kan lebih bermakna dan sarat akan nilai; karena segala sesuatunya akan berlandaskan ibadah.
­            akhirul-kalam, hanya kepada Allah lah penulis berharap semoga usaha kecil ini memberi manfaat bagi kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Tidak ada maksud penulis melainkan demi kebaikan dan tidak ada taufik melainkan dari Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar