Mempertanyakan Analisa Ust Aceng Zakaria
Mengenai bab ‘Makanan yang diharamkan’ dalam Kitab
al-Hidayah
#hanya pemantik diskusi#
Al-Hidayah karya Ust Aceng Zakaria (guru kita semua)
merupakan karya fenomenal, setidaknya bagi intern Umat Persis. Bagaimana tidak
al-Hidayah ini merupakan “kitab suci” nya Persis yang begitu diminati oleh
setiap kalangan pecinta ilmu. Realita berkata demikian. Meskipun saya yakin
penyusun kitab al-Hidayah ini tidak akan mengklaim hal itu. Dalam kitab ini,
saya ingin mencoba mempertanyakan salah satu bagian dari kitab tersebut yang
berjudul “makanan yang diharamkan”, yang berakhir pada kesimpulan bahwa makanan
yang diharamkan itu hanya ada empat sebagai mana tertera dalam al-Qur’an.
Benarkah demikian?
Penulis sadari memilih judul diatas merupakan tindakan
yang cukup berani (untuk tidak
mengatakan berresiko), bahkan mungkin saja kawan-kawan diskusi semua ngatain
‘kurang ajar’ pada saya. “Terlalu dini” mungkin ini juga kata yang tepat untuk meneriaki
dan mengejek tulisan penyaji. Penulis akui itu. Alasannya jelas, saya anak
kemarin sore, sedangkan al-Ust seorang Ulama yang penuh dengan karya
yang begitu otoritatif dibidangnya. Semua tahu itu.
Tetapi mungkin, meskipun demikian, saya tidak perlu
bersikap ketakutan atau inverior yang berlebihan, karena bisa jadi analisa yang
tidak terlalu serius ini menjadi bahan pertimbangan kawan-kawan semua, bahkan
al-Ustadz Aceng Zakaria sekalipun (dengan tidak mengurangi rasa hormat saya
kepada beliau). Minimal menjadi pemantik diskusi kali ini.
Berangkat dari ke’galau’an ini ana Mohon maaf
kalau tulisan yang saya sajikan tidak begitu dewasa dan nyaris kekanak-anakan. Anggap
saja tulisan ini obrolan ringan sambil minum kopi di kantin kang Yusup ASC.
he
he...
*****
Dalam kitab al-Hidayah dinyatakan bahwa makanan yang
diharamkan itu hanya ada empat, sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an. penyusun
pun mengutip ayat al-Qur’an dan beberapa pendapat ahli tafsir, dalam
pemaparannya penulis menemukan dominasi kutipan dari al-Manar karya
Rasyid Ridha. Diantara hujjah atau argumentasi beliau menyatakan bahwa hadits-hadits
yang menyatakan haram selain yang
diharamkan dalam al-Qur’an adalah sesuatu yang ‘bertentangan’, dengan demikian
maka ambilah yang terkuat dari pertentangan terebut: yaitu al-Qur’an; yang
menyatakan hanya empat kategori saja yang haram[1].
Pendapat ini disarikan dari tafsir al-Manarnya Rashid Ridha. Sekalipun
hadits-hadits yang dipertentangkan tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim yang
tidak diragukan lagi otoritasnya dalam perkara hadits setelah Imam Bukhari.
Misalnya hadits:
عَنْ
أَبِي ثَعْلَبَةَ قَال نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ
Dari Abi Tsa’labah ia berkata: Nabi Saw
melarang setiap makanan binatang buas dan bertaring (HR. Muslim)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “setiap
yang bertaring dari binatang buas, maka haram dimakan. ” (HR. Muslim)
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
Dari Ibnu Abbas, ia
berkata, Rasulullah Saw melarang (memakan) setiap binatang buas yang bertaring
dan setiap burung yang berkuku. (HR. Muslim)
Rashid Ridha dalam al-Manarnya
sebagaimana dikutip al-Hidayah menyatakan komentarnya terhadap
hadits-hadits diatas, menurutnya hadits diatas menggunakan kata nahyi
(larangan) itu belum tegas pernyataan haramnya, karena bisa saja larangan itu
hanya menunjukan makruh. Adapun hadits Abu Hurairah hanya Imam Muslim sendiri
(saja) yang meriwayatkan dengan lafadz (memakannya itu haram), menurut
analisanya bisa jadi ini merupakan riwayat bil ma’na, dimana Imam Muslim
memahamkan nahyi disitu untuk menunjukan keharamannya. Masalah ini sering
terjadi dalam hadits-hadits Imam Muslim, seperti kebanyakan hadits-hadits mursalnya.
Padahal kalau kita melihat
analisa Ibnu Ryusd dalam Bidayah al-Mujtahidnya maka kita akan
mendapatkan berbagai pendapat yang sangat beragam sekali mengenai hadits-hadits
diatas[2].
Pertanyaannya kemudian,
apakah hal ini memang benar-benar sesuatu yang tanaqud, sehingga hadits
shahih yang diriwayatkan sekaliber Imam Muslim harus di pertentangan dengan
al-Qur’an? Selanjutnya, mengapa pendapat yang dipilih hanya pendapat Rashid
Ridha saja dalam al-Manarnya? Bagaimana dengan pendapat yang lainnya? Kemudian
bagaimana dengan analisa az-Zahrani atau ulama lainnya yang menyatakan bahwa
Rasyid Ridha dan gurunya Muhammad Abduh termasuk Ulama yang terjangkit virus
Inkar Sunnah?
Jelas, pertanyaan diatas
tidak bisa dijawab dengan sederhana, untuk menganalisa permasalahan diatas
perlu waktu dan proses yang panjang. Tetapi setidaknya dengan
pertanyaan-pertanyaan diatas mudah-mudahan kawan-kawan diskusi sekalian bisa
menerka alur pikiran saya sebagai penyaji.
Akhirul-kalam,
mohon maaf sebesar-sebesarnya tulisan yang disajikan sangat sederhana sekali,
padahal penulis sadari judul yang dipilih merupakan perkara yang sangat tidak
sederhana. Tetapi meskipun demikian mudah-mudahan saya tidak termasuk orang
yang sedang menyederhanakan masalah.
[1] Dalam
al-Hidayah dinyatakan bahwa dalam surat al-An’am ayat 145 dan al-Baqarah
ayat 173, makanan yang diharamkan itu hanya ada empat macam saja. Sedangkan
dalam surat al-Maidah ayat 3, ada sebelas macam yang diharamkan. Hal ini tidak
bertentangan, karena mati dicekik, dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, ini termasuk mayyitah (bangkai) dan yang
disembelih untuk berhala, termasuk yang disembelih atas nama selain Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar