Jumat, 20 April 2012

TARIKH AL-BAGHDAD atau MADINAT AL-SALAM Muallif: Al-Khatib al-Baghdadi


TARIKH AL-BAGHDAD atau MADINAT AL-SALAM Muallif: Al-Khatib al-Baghdadi

Oleh: Jajang Hidayatullah[1]

Pendahuluan

Ilmu hadis telah menjadi suatu cabang ilmu yang cukup menarik, baik pada abad lampau, hingga sekarang ini. Hal ini dibuktikan dengan informasi historis mengenai para ulama-ulama klasik yang telah mendalami cabang ilmu ini dengan sangat luar biasa. Banyak rumusan-rumusan mereka yang kita terima dan sangat bermanfaat bagi generasi-generasi setelah mereka, termasuk kita. Kerja keras mereka menjadi manifest dalam bentuk buku-buku yang sangat banyak dan mengagumkan.
Seiring perkembangan ilmu hadis, dan terbuktinya urgensi yang sangat vital dalam kajian rawi terhadap sebuah hadis, teori-teori mengenai rawi dan sanad pun mulai berkembang. Mulai dari kualifikasi intelektual  (al-dhabt) dan personal (al-adalah) seorang perawi baik secara makro maupun mikro, yang cukup berperan dan penyimpulan kualitas suatu hadis. Begitu juga dengan teori seputar jarh wa ta’dil yang bertujuan untuk memberikan justifikasi bagi seorang perawi. Semua itu, tidak lain adalah dalam rangka penelitian suatu hadis.
Lebih dari itu, karya-karya yang spesifik mengenai perawi pun mulai bermunculan. Karya-karya seperti Usd al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabh, Tajrid al-Asma’ al-Shahabah, Tarikh al-Kabir, al-Jarh wa Ta’dil, Tahzib al-Tahzib dan sebagainya sudah lebih dari cukup untuk membuktikan hal ini. Begitu juga dengan kitab yang akan dibahas secara singkat dalam makalah ini, Tarikh al-Baghdad atau Madinat al-Salam karya al-Khatib al-Baghdadi. Dalam penjabarannya, penulis sengaja tidak menuliskan footnote dan daftar pustaka mengingat semua isi makalah ini hanya memiliki dua sumber saja, yaitu kitab Tarikh Baghdad itu sendiri dan Tadwin as-Sunnah karya az-Zahrani. 
A.    Seputar Mushannif
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad ibn Ali ibn Tsabit ibn Ahmad ibn Mahdi. Ia lebih dikenal dengan nama Al-Khatib al-Baghdadi. Ia merupakan penghafal Alquran. Ia pernah menjadi Imam dan Khatib di daerah Darzijan lebih kurang selama dua puluh tahun.
Ia dilahirkan pada tanggal 5 Jumadil Akhir tahun 392 H dan menurut suatu pendapat bertempat di sebuah desa bernama Hanifiya, sebuah desa kecil di kota Darzijan atau bagian dari Kota Darzijan. Sementara Darzijan itu sendiri terletak sebelum Baghdad, di sebelah barat sungai Tigris.
Sebagaimana diakui al-Khatib, ia belajar tulis baca kepada Halal ibn Abdullah ibn Muhammad. Dan ia pertama kali menerima hadis pada tahun 403 H, pada saat ia berumur 11 tahun. Guru pertama yang menuliskan hadis untuknya adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Rizq yang dikenal dengan Ibn Rizquwaih (320-412 H).
Awalnya, ia tertarik kepada fiqh, sehingga ia mengikuti majlis fiqh Syafi’iyyah di Masjid Abdullah ibn Mubarak. Di sana ia belajar banyak kepada Imam Abi Hamid Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Isfirani. Lalu, setelah ia bertemu dengan Abu Bakar Ahmad ibn Muhammad ibn Ghalib al-Khawarizmi yang dikenal dengan al-Barqani, seorang muhaddis sekaligus mushannif yang mendatangi Iraq dan bermukim di sana, ia meminati Hadis dan belajar banyak dari Ia.
Dalam mencari ilmu, Ia tidak hanya menetap di Baghdad. Seperti lazimnya seorang penuntut ilmu, Ia juga mengunjungi berbagai daerah dalam rangka rihlah ilmiyyah. Kota pertama yang Ia kunjungi adalah Bashrah pada tahun 412 H. Di sana ia belajar kepada banyak ulama, seperti Abu Umar al-Qasim ibn Ja’far ibn Abdul Wahid al-Hasyimi, Abu Hasan Ali ibn Qasim ibn Hasan al-Syahid, Abu Muhammad Hasan ibn Ali al-Saburi, dan beberapa orang lainnya. Perjalanannya ke Bashrah terbilang singkat, karena pada tahun yang sama ia kembali ke Baghdad. Di Baghdad Ia sempat menyelenggarakan mayit bapaknya.
Berikutnya, al-Khatib mulai mempertimbangkan untuk rihlah thawilah. Ia bimbang memilih antara Mesir yang ditempati seorang muhaddis terkenal, Abu Muhammad Abdurrahman ibn Umar al-Maliki atau Naisaburi yang ditempati beberapa muhaddis terkenal melebihi beberapa kota di sekitarnya. Namun, mempertimbangkan nasihat gurunya, al-Barqani, yang mengatakan, “Jika kamu mengunjungi Mesir, kamu hanya mengharapkan satu orang, jika kamu tidak menemuinya, maka kamu tidak menemui siapa-siapa, akan tetapi, jika kamu memilih Naisaburi, di sana banyak orang yang akan kamu kunjungi, jika kamu tidak bisa mengunjungi salah satunya, kamu bisa beralih kepada yang lainnya. Akhirnya, Ia pun berangkat menuju Naisabur pada bulan Ramadhan 415 H.
Setelah itu, tujuan berikutnya yang didatanginya adalah Ashbihan. Ia berangkat pada tahun 421 H dengan harapan bertemu dengan Abu Nu’aim al-Ashbahani. Kota ini merupakan tujuan terakhir Ia dalam rihlah ilmiyyah-nya. Setelah itu Ia kembali ke kampung halamannya di baghdad. Akan tetapi, pada tahun 445 H, Ia bermaksud untuk melaksanakan haji, dan berniat untuk mampir di Syam selama perjalanan ini. Arah pertama yang Ia ambil adalah menuju Damaskus. Selama perjalanannya, Ia bertemu dengan beberapa syaikh terkenal, seperti Muhammad ibn Salamah ibn Ja’far al-Qudha’i al-Mishri, Abu al-Qasim Abdul ‘Aziz ibn Bandar al-Syairazi, dan lain-lain. Selanjutnya, setelah beberapa lama bepergian, Ia kembali pulang pada tahun 462 H. Setahun berikutnya, Ia meninggal dunia setelah sebelumnya menderita sakit yang cukup lama.
Selama hidupnya, Al-Khatib terbilang produktif dalam kepengarangan buku. Beberapa peneliti telah menghitung karya-karya Ia dan menyimpulkan angka yang berbeda, dengan perbedaan yang tidak signifikan. Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad al-Maliki al-Andalusi menyatakan bahwa Ia telah menulis 54 tulisan. Beberapa pendapat lainnya juga menyatakan angka yang tidak begitu berbeda, sekitar lima puluh-an. Akan tetapi, menurut Dr. Yusuf al-‘Asy, al-Khatib telah menulis sedikitnya 79 karya, bahkan Dr. Akram al-Umri menghitungnya sebanyak 87 tulisan. Seberapapun itu, pada dasarnya, al-Khatib telah banyak berkarya dalam bentuk tulisan. Beberapa di antara kitab-kitab tersebut adalah Syarafu Ashabi al-Hadis yang menceritakan peranan, aktifitas, dan kesungguhan para Ashab al-Hadis dalam menuntut ilmu yang mulia ini (hadis). Selain itu juga ada al-Jami’ li akhlaqi al-rawi wa adab al-sami’, iqtidha’ al-‘ilmi al-‘amali, dan al-Sabiq wa al-Lahiq fi taba’udi ma baina al-rawiyaini ‘an syaikhi wahid.
B.     Seputar Tarikh Baghdad
Menurut Dr. Shalih Ahmad Ali (muhaqqiq), kitab Tarikh al-Baghdad ini merupakan karya fenomenal yang dimiliki al-Khatib dari sekian banyak tulisan Ia. Kitab ini kira-kira ditulis oleh al-Khatib sebelum keberangkatannya ke Makkah untuk menunaikan Haji. Ia membawa beberapa karangannya ke Syam, dan salah satunya adalah kitab ini. Kitab ini merupakan kitab yang sangat besar yang melebihi sepuluh ribu lembar. Kitab ini memuat lebih dari 7780 orang yang tinggal maupun yang pernah mengunjungi baghdad dengan tujuan mencari bekal ilmu dari para ulama-ulama yang ada di Baghdad. Akan tetapi, jika dilihat kepada kitabnya secara langsung, pada daftar isi, setiap perawi dituliskan dengan satu angka, sehingga angka terakhir untuk rawi terakhir dari kitab ini menjelaskan jumlah perawi yang ada dalam kitab tersebut, yaitu 7831 orang.
Sebenarnya, tulisan-tulisan mengenai ulama-ulama kota Baghdad dan hal-hal seputar itu telah banyak ditulis sebelumnya. Akan tetapi, semua kitab tersebut masih merupakan risalah-risalah kecil dengan muatan yang terbatas.
Jika ditilik manuskrib aslinya, kitab ini sebenarnya berjudul Tarikhu madinat al-Salam wa Akhbaru Muhaddisiha wa Zikru Quttaniha al-Ulama’i min gairi Ahliha wa Waridiha. Adapun judul “Tarikh al-Baghdad” atau “Madinat al-Salam” baru dikukuhkan setelah kitab ini dicetak di Mesir atas otoritas penerbit. Hal ini mempertimbangkan kebiasaan para penulis dan penyalin kitab ini yang menamakannya dengan nama baru tersebut setelah Baghdad terkenal sebagai ibu kota kekuasaan Islam. Sebenarnya, al-Khatib membagi naskah kitab ini menjadi empat belas jilid. Akan tetapi, para generasi berikut yang menyalin kitab ini tidak konsisten dengan angka ini.
Al-Khatib memulai penulisan kitabnya dengan muqaddimah mengenai kota Baghdad. Bagian muqaddimah ini, dapat dibagi menjadi tiga poin besar:
1.     Berisikan pendapat ulama mengenai tanah kota Baghdad, hukumnya, dan kebolehan dan karahah penjual-beliannya, seputar keputusan Umar mengenai ghanimah setelah futuhat kota ini. Juga ada kritikan Ia terhadap riwayat-riwayat yang mencaci kota Baghdad dan penduduknya, kerusakan kota Baghdad, dan sebagainya. Lalu diikuti dengan pujian terhadap keutamaan kota Baghdad dan keluhuran penduduknya. Dan tidak ketinggalan mengenai makna “Baghdad” itu sendiri.
2.     Menceritakan mengenai kondisi geografis kota Baghdad, seperti batas-batas wilayahnya, megahnya tata kota yang dibentuk bundar, para penguasa pemerintahannya, pembangunan irigasi, dan sebagainya. Begitu juga dengan posisinya sebagai basis khilafah, istana dan mahkota raja, kedatangan delegasi negeri Roma. Bahkan masjid-masjid serta madrasah-madrasah yang ada di sekitar Baghdad serta tempat pekuburan umum yang terkenal tidak luput dari al-Khatib.
3.     Menceritakan kota-kota dan para sahabat yang pernah mengunjungi Baghdad. 
Adapun bagian lain dari kitab ini seluruhnya menceritakan mengenai biografi panduduk baghdad dan para pendatangnya. Biografi ini merupakan basis kitab ini. Sebagaimana disebutkan oleh al-Khatib, di dalam kitabnya terdapat biografi dari khalifah, orang-orang mulia, para pembesar, para hakim, para faqih, muhaddis, ahli qira’ah, ahli asketisme, orang-orang shalih, orang-orang beradab, dan para penyair yang lahir di kota Baghdad. Selain itu juga disebutkan orang-orang yang lahir di Baghdad, namun berpindah dan meninggal di kota lain, penduduk-penduduk di sekitar baghdad, dan para pendatang di kota tersebut.
Dari sekian banyak orang yang ditulis dalam kitab ini, al-Khatib menerapkan sitem kategorisasi menjadi:
1.     Penduduk yang lahir di Madinat al-Salam (Baghdad) atau di wilayah lain yang kemudian menjadi penduduk baghdad.
2.     Penduduk yang lahir di Baghdad, namun pindah ke negeri lain dan mukim di wilayah tersebut, namun masih bernisbah kepada Baghdad.
3.     Penduduk sekitar Baghdad, seperti Madyan, Uqbara, Ba’quba, Dur, Samarra, Nahrawan, Anbar, dan sebagainya.
4.     Para pendatang yang tidak begitu terkenal yang hidup dibaghdad dan bermukim di sana.
Dalam penulisan kitabnya, al-Khatib tidak mencantumkan para ahli Matematika, Fisika, Insinyur, Dokter, Ahli Falak, buruh, dan sebagainya. Hal ini terasa wajar, karena Ia memberikan titik prioritas kepada para perawi hadis, fuqaha, hakim, dan penyair yang beradab dan berbudi luhur.
Setiap orang yang dicantumkan al-Khatib dalam kitabnya, disusun secara alfabetis. Ia konsisten dengan penyusunan nama pertama untuk setiap orang dengan susunan alfabetis ini. Apabila untuk nama pertama ini terdapat kesamaan, maka Ia menyusun berdasarkan nama bapaknya, masih secara alfabetis. Seperti nama-nama Muhammad. Ketika nama ini dimiliki banyak orang, maka Ia beralih kepada penyusunan alfabetis berdasarkan nama bapaknya, maka ditempatkanlah Muhammad ibn Idris sebelum Muhammad ibn Basyir, umpamanya.
Akan tetapi, untuk urutan pertama, setelah muqaddimah, al-Khatib menuliskan nama para sahabat yang pernah mengunjungi Baghdad terlebih dahulu, seperti Hasan dan Husein ibna Ali, Sa’ad Ibn Abi Waqqas, Abdullah ibn Mas’ud, dan sebagainya. Setelah itu, Ia mendahulukan orang yang bernama “Muhammad.”  Dan di akhir kitab ini, al-Khatib menutupnya dengan perawi-perawi perempuan mulai dari zaman sahabat.



Contoh:
ذكر من اسمه محمد واسم أبيه إسماعيل
محمد بن إسماعيل بن أبى سمينة أبو عبد الله البصري سمع إسماعيل بن علية ومحمد بن أبى عدى ومعتمر بن سليمان ويزيد بن زريع ومعاذ بن هشام وعثمان بن عثمان الغطفاني قدم بغداد وحدث بها فروى عنه محمد بن أبى غالب القومسي وجعفر بن أبى عثمان الطيالسي ومحمد بن عبيد بن أبى الأسد وصالح بن محمد جزرة وموسى بن هارون وأبو بكر بن أبى الدنيا أخبرنا على بن محمد بن عبد الله المعدل قال أنبأنا محمد بن عمر الرزاز قال نبأنا محمد بن عبيد بن أبى الأسد وأخبرنا عبد الرحمن بن عبيد الله الحربي واللفظ له قال نبأنا أبو بكر احمد بن سلمان الفقيه قال نبأنا جعفر بن محمد بن عثمان الطيالسي قالا نبأنا محمد بن إسماعيل بن أبى سمينة قال نبأنا معتمر بن سليمان قال سمعت أبى يحدث عن قتادة عن أنس بن مالك عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ان الكافر إذا عمل حسنة اطعم بها في الدنيا واما المؤمن فان الله يؤخر له حسناته أو كما قال ويرزقون القوة في الدنيا على طاعته أخبرنا أبو بكر البرقاني قال قال محمد العباس العصمي الهروي حدثنا أبو الفضل يعقوب بن إسحاق بن محمود الفقيه الحافظ قال أنبأنا أبو على صالح بن محمد بن عمرو الأسدي قال محمد بن إسماعيل بن أبى سمينة البصري أبو عبد الله كان ثقة وقال في موضع آخر

Dari contoh di atas, terlihat seorang perawi bernama Muhammad ibn Isma’il ibn al-Saminah. Dalam sampel ini, al-Khatib memberikan beberapa informasi, seperti guru-gurunya, muridnya, apakah ia penduduk Baghdad atau pendatang, hadis yang ia riwayatkan, dan sebagainya.

Penutup
Al-Khatib merupakan seorang intelektual yang sangat gigih dalam aktivitas ilmiahnya. Ia telah menjadi penghafal Alquran, Imam dan Khatib di Baghdad. Ia juga telah mengunjungi beberapa kota dalam rangka study tour. Jumlah karya yang cukup banyak, menjadi bukti nyata bahwa ia merupakan seorang akademisi yang ulet.
Kitab Tarikh Baghdad merupakan salah satu khazanah keilmuan Islam yang sangat besar. Kitab ini ditulis oleh al-Khatib al-Baghdadi, dan sebagaimana manuskrip aslinya, dibagi menjadi empat belas jilid. Bayangkan, jumlah yang sangat besar bukan?
Selain perawi-perawi, yang nantinya sanat bermanfaat dalam kajian rawi hadis, kitab ini juga memuat informasi seputar Baghdad, baik secara historis maupun geografis. Hingga bangunan-bangunan serta tata kota tidak luput dari kitab ini. Ia menyusun sistematika kitab ini secara alfabetis, akan tetapi mendahulukan orang dengan nama Muhammad.




[1] Mahasiswa Tafsir-Hadits STAI Persis Garut


Tidak ada komentar:

Posting Komentar