TARIKH
AL-BAGHDAD atau MADINAT AL-SALAM Muallif: Al-Khatib al-Baghdadi
Pendahuluan
Ilmu hadis telah menjadi suatu cabang ilmu
yang cukup menarik, baik pada abad lampau, hingga sekarang ini. Hal ini
dibuktikan dengan informasi historis mengenai para ulama-ulama klasik yang
telah mendalami cabang ilmu ini dengan sangat luar biasa. Banyak rumusan-rumusan
mereka yang kita terima dan sangat bermanfaat bagi generasi-generasi setelah
mereka, termasuk kita. Kerja keras mereka menjadi manifest dalam bentuk
buku-buku yang sangat banyak dan mengagumkan.
Seiring perkembangan ilmu hadis, dan
terbuktinya urgensi yang sangat vital dalam kajian rawi terhadap sebuah hadis,
teori-teori mengenai rawi dan sanad pun mulai berkembang. Mulai dari
kualifikasi intelektual (al-dhabt) dan personal (al-‘adalah)
seorang perawi baik secara makro maupun mikro, yang cukup berperan dan
penyimpulan kualitas suatu hadis. Begitu juga dengan teori seputar jarh
wa ta’dil yang bertujuan untuk memberikan justifikasi bagi seorang
perawi. Semua itu, tidak lain adalah dalam rangka penelitian suatu hadis.
Lebih dari itu, karya-karya yang spesifik
mengenai perawi pun mulai bermunculan. Karya-karya seperti Usd
al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabh, Tajrid al-Asma’ al-Shahabah, Tarikh al-Kabir,
al-Jarh wa Ta’dil, Tahzib al-Tahzib dan sebagainya sudah lebih dari
cukup untuk membuktikan hal ini. Begitu juga dengan kitab yang akan dibahas
secara singkat dalam makalah ini, Tarikh al-Baghdad atau Madinat
al-Salam karya al-Khatib al-Baghdadi. Dalam penjabarannya, penulis
sengaja tidak menuliskan footnote dan daftar pustaka mengingat
semua isi makalah ini hanya memiliki dua sumber saja, yaitu kitab Tarikh
Baghdad itu sendiri dan Tadwin as-Sunnah karya az-Zahrani.
A. Seputar Mushannif
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad ibn
Ali ibn Tsabit ibn Ahmad ibn Mahdi. Ia lebih dikenal dengan nama Al-Khatib
al-Baghdadi. Ia merupakan penghafal Alquran. Ia pernah menjadi Imam
dan Khatib di daerah Darzijan lebih kurang selama dua puluh tahun.
Ia dilahirkan pada tanggal 5 Jumadil Akhir
tahun 392 H dan menurut suatu pendapat bertempat di sebuah desa bernama Hanifiya,
sebuah desa kecil di kota Darzijan atau bagian dari Kota Darzijan. Sementara
Darzijan itu sendiri terletak sebelum Baghdad, di sebelah barat sungai Tigris.
Sebagaimana diakui al-Khatib, ia
belajar tulis baca kepada Halal ibn Abdullah ibn Muhammad. Dan ia pertama kali
menerima hadis pada tahun 403 H, pada saat ia berumur 11 tahun. Guru pertama
yang menuliskan hadis untuknya adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad
ibn Rizq yang dikenal dengan Ibn Rizquwaih (320-412 H).
Awalnya, ia tertarik kepada fiqh, sehingga
ia mengikuti majlis fiqh Syafi’iyyah di Masjid Abdullah ibn Mubarak. Di sana ia
belajar banyak kepada Imam Abi Hamid Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Isfirani.
Lalu, setelah ia bertemu dengan Abu Bakar Ahmad ibn Muhammad ibn Ghalib
al-Khawarizmi yang dikenal dengan al-Barqani, seorang muhaddis sekaligus mushannif yang
mendatangi Iraq dan bermukim di sana, ia meminati Hadis dan belajar banyak dari
Ia.
Dalam mencari ilmu, Ia tidak hanya menetap
di Baghdad. Seperti lazimnya seorang penuntut ilmu, Ia juga mengunjungi
berbagai daerah dalam rangka rihlah ilmiyyah. Kota pertama
yang Ia kunjungi adalah Bashrah pada tahun 412 H. Di sana ia belajar kepada
banyak ulama, seperti Abu Umar al-Qasim ibn Ja’far ibn Abdul Wahid al-Hasyimi,
Abu Hasan Ali ibn Qasim ibn Hasan al-Syahid, Abu Muhammad Hasan ibn Ali
al-Saburi, dan beberapa orang lainnya. Perjalanannya ke Bashrah terbilang
singkat, karena pada tahun yang sama ia kembali ke Baghdad. Di Baghdad Ia
sempat menyelenggarakan mayit bapaknya.
Berikutnya, al-Khatib mulai
mempertimbangkan untuk rihlah thawilah. Ia bimbang memilih
antara Mesir yang ditempati seorang muhaddis terkenal, Abu
Muhammad Abdurrahman ibn Umar al-Maliki atau Naisaburi yang ditempati beberapa muhaddis terkenal
melebihi beberapa kota di sekitarnya. Namun, mempertimbangkan nasihat gurunya,
al-Barqani, yang mengatakan, “Jika kamu mengunjungi Mesir, kamu hanya
mengharapkan satu orang, jika kamu tidak menemuinya, maka kamu tidak menemui
siapa-siapa, akan tetapi, jika kamu memilih Naisaburi, di sana banyak orang
yang akan kamu kunjungi, jika kamu tidak bisa mengunjungi salah satunya, kamu
bisa beralih kepada yang lainnya. Akhirnya, Ia pun berangkat menuju Naisabur
pada bulan Ramadhan 415 H.
Setelah itu, tujuan berikutnya yang
didatanginya adalah Ashbihan. Ia berangkat pada tahun 421 H dengan harapan
bertemu dengan Abu Nu’aim al-Ashbahani. Kota ini merupakan tujuan terakhir Ia
dalam rihlah ilmiyyah-nya. Setelah itu Ia kembali ke kampung
halamannya di baghdad. Akan tetapi, pada tahun 445 H, Ia bermaksud untuk
melaksanakan haji, dan berniat untuk mampir di Syam selama perjalanan ini. Arah
pertama yang Ia ambil adalah menuju Damaskus. Selama perjalanannya, Ia bertemu
dengan beberapa syaikh terkenal, seperti Muhammad ibn Salamah
ibn Ja’far al-Qudha’i al-Mishri, Abu al-Qasim Abdul ‘Aziz ibn Bandar
al-Syairazi, dan lain-lain. Selanjutnya, setelah beberapa lama bepergian, Ia
kembali pulang pada tahun 462 H. Setahun berikutnya, Ia meninggal dunia setelah
sebelumnya menderita sakit yang cukup lama.
Selama hidupnya, Al-Khatib terbilang
produktif dalam kepengarangan buku. Beberapa peneliti telah menghitung
karya-karya Ia dan menyimpulkan angka yang berbeda, dengan perbedaan yang tidak
signifikan. Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad al-Maliki al-Andalusi menyatakan
bahwa Ia telah menulis 54 tulisan. Beberapa pendapat lainnya juga menyatakan
angka yang tidak begitu berbeda, sekitar lima puluh-an. Akan tetapi, menurut
Dr. Yusuf al-‘Asy, al-Khatib telah menulis sedikitnya 79 karya, bahkan Dr.
Akram al-Umri menghitungnya sebanyak 87 tulisan. Seberapapun itu, pada
dasarnya, al-Khatib telah banyak berkarya dalam bentuk tulisan. Beberapa di
antara kitab-kitab tersebut adalah Syarafu Ashabi al-Hadis yang
menceritakan peranan, aktifitas, dan kesungguhan para Ashab al-Hadis dalam
menuntut ilmu yang mulia ini (hadis). Selain itu juga ada al-Jami’ li
akhlaqi al-rawi wa adab al-sami’, iqtidha’ al-‘ilmi al-‘amali, dan al-Sabiq
wa al-Lahiq fi taba’udi ma baina al-rawiyaini ‘an syaikhi wahid.
B. Seputar Tarikh Baghdad
Menurut Dr. Shalih Ahmad Ali (muhaqqiq),
kitab Tarikh al-Baghdad ini merupakan karya fenomenal yang
dimiliki al-Khatib dari sekian banyak tulisan Ia. Kitab ini kira-kira ditulis
oleh al-Khatib sebelum keberangkatannya ke Makkah untuk menunaikan Haji. Ia
membawa beberapa karangannya ke Syam, dan salah satunya adalah kitab ini.
Kitab ini merupakan kitab yang sangat besar yang melebihi sepuluh ribu lembar.
Kitab ini memuat lebih dari 7780 orang yang tinggal maupun yang pernah
mengunjungi baghdad dengan tujuan mencari bekal ilmu dari para ulama-ulama yang
ada di Baghdad. Akan tetapi, jika dilihat kepada kitabnya secara langsung, pada
daftar isi, setiap perawi dituliskan dengan satu angka, sehingga angka terakhir
untuk rawi terakhir dari kitab ini menjelaskan jumlah perawi yang ada dalam
kitab tersebut, yaitu 7831 orang.
Sebenarnya, tulisan-tulisan mengenai
ulama-ulama kota Baghdad dan hal-hal seputar itu telah banyak ditulis
sebelumnya. Akan tetapi, semua kitab tersebut masih merupakan risalah-risalah kecil
dengan muatan yang terbatas.
Jika ditilik manuskrib aslinya, kitab ini
sebenarnya berjudul Tarikhu madinat al-Salam wa Akhbaru Muhaddisiha wa
Zikru Quttaniha al-Ulama’i min gairi Ahliha wa Waridiha. Adapun judul “Tarikh
al-Baghdad” atau “Madinat al-Salam” baru dikukuhkan
setelah kitab ini dicetak di Mesir atas otoritas penerbit. Hal ini
mempertimbangkan kebiasaan para penulis dan penyalin kitab ini yang
menamakannya dengan nama baru tersebut setelah Baghdad terkenal sebagai ibu
kota kekuasaan Islam. Sebenarnya, al-Khatib membagi naskah kitab ini menjadi
empat belas jilid. Akan tetapi, para generasi berikut yang menyalin kitab ini
tidak konsisten dengan angka ini.
Al-Khatib memulai penulisan kitabnya
dengan muqaddimah mengenai kota Baghdad. Bagian muqaddimah ini,
dapat dibagi menjadi tiga poin besar:
1. Berisikan pendapat ulama mengenai tanah kota Baghdad, hukumnya, dan
kebolehan dan karahah penjual-beliannya, seputar keputusan
Umar mengenai ghanimah setelah futuhat kota
ini. Juga ada kritikan Ia terhadap riwayat-riwayat yang mencaci kota Baghdad
dan penduduknya, kerusakan kota Baghdad, dan sebagainya. Lalu diikuti dengan
pujian terhadap keutamaan kota Baghdad dan keluhuran penduduknya. Dan tidak
ketinggalan mengenai makna “Baghdad” itu sendiri.
2. Menceritakan mengenai kondisi geografis kota Baghdad, seperti batas-batas
wilayahnya, megahnya tata kota yang dibentuk bundar, para penguasa
pemerintahannya, pembangunan irigasi, dan sebagainya. Begitu juga dengan
posisinya sebagai basis khilafah, istana dan mahkota raja, kedatangan delegasi
negeri Roma. Bahkan masjid-masjid serta madrasah-madrasah yang ada di sekitar
Baghdad serta tempat pekuburan umum yang terkenal tidak luput dari al-Khatib.
3. Menceritakan kota-kota dan para sahabat yang pernah mengunjungi
Baghdad.
Adapun bagian lain dari kitab ini
seluruhnya menceritakan mengenai biografi panduduk baghdad dan para
pendatangnya. Biografi ini merupakan basis kitab ini. Sebagaimana disebutkan
oleh al-Khatib, di dalam kitabnya terdapat biografi dari khalifah, orang-orang
mulia, para pembesar, para hakim, para faqih, muhaddis, ahli
qira’ah, ahli asketisme, orang-orang shalih, orang-orang beradab, dan para
penyair yang lahir di kota Baghdad. Selain itu juga disebutkan orang-orang yang
lahir di Baghdad, namun berpindah dan meninggal di kota lain, penduduk-penduduk
di sekitar baghdad, dan para pendatang di kota tersebut.
Dari sekian banyak orang yang ditulis
dalam kitab ini, al-Khatib menerapkan sitem kategorisasi menjadi:
1. Penduduk yang lahir di Madinat al-Salam (Baghdad) atau di wilayah lain yang
kemudian menjadi penduduk baghdad.
2. Penduduk yang lahir di Baghdad, namun pindah ke negeri lain dan mukim di
wilayah tersebut, namun masih bernisbah kepada Baghdad.
3. Penduduk sekitar Baghdad, seperti Madyan, Uqbara, Ba’quba, Dur, Samarra,
Nahrawan, Anbar, dan sebagainya.
4. Para pendatang yang tidak begitu terkenal yang hidup dibaghdad dan bermukim
di sana.
Dalam penulisan kitabnya, al-Khatib tidak
mencantumkan para ahli Matematika, Fisika, Insinyur, Dokter, Ahli Falak, buruh,
dan sebagainya. Hal ini terasa wajar, karena Ia memberikan titik prioritas
kepada para perawi hadis, fuqaha, hakim, dan penyair yang beradab dan berbudi
luhur.
Setiap orang yang dicantumkan al-Khatib
dalam kitabnya, disusun secara alfabetis. Ia konsisten dengan penyusunan nama
pertama untuk setiap orang dengan susunan alfabetis ini. Apabila untuk nama
pertama ini terdapat kesamaan, maka Ia menyusun berdasarkan nama bapaknya,
masih secara alfabetis. Seperti nama-nama Muhammad. Ketika nama ini dimiliki
banyak orang, maka Ia beralih kepada penyusunan alfabetis berdasarkan nama
bapaknya, maka ditempatkanlah Muhammad ibn Idris sebelum Muhammad ibn Basyir,
umpamanya.
Akan tetapi, untuk urutan pertama, setelah muqaddimah, al-Khatib
menuliskan nama para sahabat yang pernah mengunjungi Baghdad terlebih dahulu,
seperti Hasan dan Husein ibna Ali, Sa’ad Ibn Abi Waqqas, Abdullah ibn Mas’ud,
dan sebagainya. Setelah itu, Ia mendahulukan orang yang bernama
“Muhammad.” Dan di akhir kitab ini, al-Khatib menutupnya dengan
perawi-perawi perempuan mulai dari zaman sahabat.
Contoh:
ذكر من اسمه محمد واسم أبيه إسماعيل
محمد بن إسماعيل بن أبى سمينة أبو عبد الله البصري سمع إسماعيل بن علية ومحمد
بن أبى عدى ومعتمر بن سليمان ويزيد بن زريع ومعاذ بن هشام وعثمان بن عثمان
الغطفاني قدم بغداد وحدث بها فروى عنه محمد بن أبى غالب القومسي وجعفر بن أبى
عثمان الطيالسي ومحمد بن عبيد بن أبى الأسد وصالح بن محمد جزرة وموسى بن هارون
وأبو بكر بن أبى الدنيا أخبرنا على بن محمد بن عبد الله المعدل قال أنبأنا محمد بن
عمر الرزاز قال نبأنا محمد بن عبيد بن أبى الأسد وأخبرنا عبد الرحمن بن عبيد الله
الحربي واللفظ له قال نبأنا أبو بكر احمد بن سلمان الفقيه قال نبأنا جعفر بن محمد
بن عثمان الطيالسي قالا نبأنا محمد بن إسماعيل بن أبى سمينة قال نبأنا معتمر بن
سليمان قال سمعت أبى يحدث عن قتادة عن أنس بن مالك عن رسول الله صلى الله عليه و
سلم قال ان الكافر إذا عمل حسنة اطعم بها في الدنيا واما المؤمن فان الله يؤخر له
حسناته أو كما قال ويرزقون القوة في الدنيا على طاعته أخبرنا أبو بكر البرقاني قال
قال محمد العباس العصمي الهروي حدثنا أبو الفضل يعقوب بن إسحاق بن محمود الفقيه
الحافظ قال أنبأنا أبو على صالح بن محمد بن عمرو الأسدي قال محمد بن إسماعيل بن
أبى سمينة البصري أبو عبد الله كان ثقة وقال في موضع آخر
Dari contoh di atas,
terlihat seorang perawi bernama Muhammad ibn Isma’il ibn al-Saminah. Dalam
sampel ini, al-Khatib memberikan beberapa informasi, seperti guru-gurunya,
muridnya, apakah ia penduduk Baghdad atau pendatang, hadis yang ia riwayatkan,
dan sebagainya.
Penutup
Al-Khatib merupakan seorang intelektual
yang sangat gigih dalam aktivitas ilmiahnya. Ia telah menjadi penghafal
Alquran, Imam dan Khatib di Baghdad. Ia juga telah mengunjungi beberapa kota
dalam rangka study tour. Jumlah karya yang cukup banyak,
menjadi bukti nyata bahwa ia merupakan seorang akademisi yang ulet.
Kitab Tarikh Baghdad merupakan
salah satu khazanah keilmuan Islam yang sangat besar. Kitab ini ditulis oleh
al-Khatib al-Baghdadi, dan sebagaimana manuskrip aslinya, dibagi menjadi empat
belas jilid. Bayangkan, jumlah yang sangat besar bukan?
Selain perawi-perawi, yang nantinya sanat
bermanfaat dalam kajian rawi hadis, kitab ini juga memuat informasi seputar
Baghdad, baik secara historis maupun geografis. Hingga bangunan-bangunan serta
tata kota tidak luput dari kitab ini. Ia menyusun sistematika kitab ini secara
alfabetis, akan tetapi mendahulukan orang dengan nama Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar